Tanggal 26 Oktober 2014 kemarin, Farras mengikuti lomba inline skate. Lombanya lomba fun aja sih.... bukan kejuaraan, supaya anak-anak bisa bersenang-senang dan juga ajang memperkenalkan olahraga inline skate secara luas. Lombanya berupa fun skate. Dibanding speed, Farras memang lebih tertarik bermain sepatu roda seperti fun skate ini atau berjenis skate cross, yaitu bermain inline skate yang memiliki halang rintang. Kalau speed kan monoton, hanya berlari diatas aspal sepanjang track, tentu dengan tehnik agar laju roda bisa berputar maksimal. Disamping itu jika bermain di speed lebih dari 100 meter, nafas Farras akan ngos-ngosan. Konsentrasi, keseriusan dan keringatan lebih ada pada speed. Kalau di fun skate, Farras masih bisa cengengesan hehehe... Emang anaknya senangnya cengengesan sih... :D
Acara berlangsung di Karawang Central Plaza. Dengan ditemani suami saya, Farras ikut lomba di Karawang. Sementara saya menemani Fayda di rumah. Kata suami saya, peserta dari klub lain banyak banget. Syukur Alhamdulillah acaranya berlangsung sukses. Terima kasih untuk panitia Thunder Skate :) Kami menanti lagi acara seperti ini :).
Di babak penyisihan, Farras mendapatkan juara 1, hingga masuk semi final. Hanya di babak semi final, Farras mendapatkan posisi kedua, sehingga tidak masuk final. Alhamdulillah sudah cukup membuat Farras senang, karena walaupun tidak masuk final, sudah dapat piala hehehe... Sebenarnya bukan karena itu sih... yang penting Farras happy, that's the point.
Ini yang dinamakan fun skate
Di Karawang Central Plaza
Ada sepenggal cerita dibalik lomba inline skate yang diikuti Farras. Sepenggal cerita yang mudah-mudahan bisa membuka mata dan hati para orang tua, dan sebagai pengingat saya juga sebagai orang tua. Ada satu anak perempuan, teman klub sepatu roda Farras. Sebut saja namanya A.Si A ikut lomba diantar ibunya. A adalah anak periang, supel/mudah bergaul. Secara fisik si A anak yang cantik, putih, dan tinggi. Sekolahnya kelas 4 SD. Sayapun senang melihat si A ini, karena anaknya memang menyenangkan. Di lomba tersebut A tidak mendapat juara. Dan apa yang terjadi sodara-sodara? Sungguh di luar prasangka saya juga suami saya selama ini terhadap ibunya A. Saya sering ngobrol dengan ibunya A, dan saya tidak menyangka jika ibunya A tega berlaku kasar pada putrinya. Ya... saya bilang kasar, bukan galak. Mendapati anaknya tidak juara, ibunya A langsung marah-marah di depan teman-teman satu klubnya dan di depan orang tua yang lain.Ibunya A mengucapkan kata-kata kasar pada A. Kata g**l*k berulang kali keluar dari mulut si ibu. "G**l*k! begitu aja gak bisa!" Kira-kira begitu kata-kata yang keluar dari mulut si ibu. Si A cuma bisa menangis. Suami saya yang berada disitu langsung menarik tangan Farras agar menjauh dari caci maki seperti itu, dan tak mendengar hal tersebut. Kata suami saya, di saat sedang makan, A sempat curhat padanya, kalau tongkat yang dia pegang di kala A berlomba, ada yang menjatuhkan, sehingga dia harus berbalik arah untuk mengambil tongkat tersebut yang akhirnya membuat dia kalah. Kalau tongkatnya tidak ada yang menjatuhkan, A akan menang. Suami saya mencoba untuk menenangkan A. Haduuh... saya miris banget mendengar cerita dari suami saya. Kasihan banget si A.
Lomba memang banyak manfaatnya, selain memompa rasa percaya diri anak, juga menggali potensi yang dimiliki anak dan mengenalkan ajang kompetisi pada anak. Anak juga belajar percaya terhadap kemampuannya. Dengan ikut lomba anak akan makin mengasah kemampuannya menjadi lebih baik lagi.Tapi alangkah baiknya juga jika orang tua bisa bersikap bijaksana dalam mengikutsertakan anaknya ke dalam lomba. Janganlah mengikutkan anak pada lomba hanya karena ambisi orang tua. Jangan sampai orangtua memiliki ambisi agar anaknya memenangkan perlombaan sehingga anak dituntut untuk menjadi pemenang lomba. Jangan jadikan perlombaan menjadi
dampak yang negatif bagi anak, karena secara mental anak memperoleh
beban dan tekanan dari orangtua. Apalagi jika kemudian si anak tidak
memenangkan lomba dan tidak memperoleh satu piala pun, yang membuat
orangtua menyalahkan anak, seperti ibunya A diatas, baik langsung maupun tidak langsung
orangtua menunjukkan rasa kecewa.
Bagi saya, lomba untuk anak-anak adalah ajang senang-senang. Saya tidak pernah memaksa Farras dan Fayda untuk bisa memenangkan lomba. Kalaupun menang, patut disyukuri. Tapi kalau tidak menang, lebih giat lagi berlatih. Yang penting, jika ingin ikut lomba, harus serius menjalaninya, tidak boleh main-main. Menang dan kalah adalah hasilnya, yang penting Farras dan Fayda menikmati prosesnya, yang penting Farras dan Fayda memiliki pengalaman baru. Saya dan suami selalu support Farras dan Fayda menang ataupun kalah, selalu membesarkan hatinya jika kalah. Dan Alhamdulillah Farras dan Fayda jika ikut lomba tidak pernah memikirkan menang dan kalah. Yang penting bagi mereka adalah mereka enjoy terhadap apa yang sedang dilombakan.